Refleksi Perkuliahan II Filsafat Ilmu
Oleh : Rosalia Hera Novita Sari
14709251005
Pendidikan Matematika D PPs UNY
Silaturahmi kedua
dengan filsafat ilmu kali ini diawali dengan sebuah tes tertulis. Sebuah tes
yang mencengangkan bagi yang baru pertama kalinya mengikuti. Pertanyaan yang
tak terduga dan jawaban yang tak terfikirkan menghiasi tes ini. Sehingga tidak
mengejutkan ketika nilai yang diperoleh diluar harapan.
Sebenarnya bukan nilai
yang menjadi esensi dari tes ini, namun lebih dalam yakni kebermaknaannya.
Melalui tes ini kami belajar dan memahami bahwa filsafat bukanlah sebuah
hafalan namun suatu proses berfikir. Proses menemukan jawaban atas pertanyaan
dimana jawabannya merupakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dalam benak
kita.
Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, filsafat merupakan proses berfikir. Melalui proses
berfikir ini kita akan dituntut dan distimulus untuk senantiasa mengajukan
pertanyaan yang kemudian pertanyaan itu akan coba kita renungkan dan pecahkan sendiri.
Proses bertanya, merenung dan memecahkan pertanyaan inilah yang disebut dengan
berfilsafat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa filsafat berawal dari
bertanya. Dari bertanya kita akan tertantang untuk mencari jawaban atas
pertanyaan tersebut dan disinilah proses berfikir (berfilsafat) itu terjadi.
Meskipun demikian untuk
dapat mengoptimalkan proses berfikir ini tentunya kami harus senantiasa
mengupgrade wawasan dan pengetahuan kami. Hal ini penting untuk dilakukan agar
kami tidak terjebak pada pandangan-pandangan dangkal kami sehingga dapat
berfikir secara lebih luas dan kompleks bukan hanya parsial. Dengan ini pula
kami dapat belajar untuk memahami dan mengetahui ruang dan waktu. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membaca referensi-referensi terkait
dan juga membaca elegi-elegi.
Dengan
referensi-referensi dan juga elegi-elegi kami dapat memahami pula pola hubungan
antar unsur. Setiap unsur memiliki dimensinya sendiri dan setidaknya memiliki
dua dimensi yang saling bertentangan. Disinilah kita perlu untuk mengetahui
hubungannya dengan objek yang lain agar dapat lebih bijak dalam bertindak dan
luas dalam memandang sesuatu.
Sebagai contohnya dalam
matematika terdapat dua hokum yang saling bertentangan yakni hokum identitas
dan hokum kontradiksi. Dalam hokum identitas digunakan pengandaiaan sedangkan
dalam hokum kontradiksi berdasarkan pada realitas (konkret). Hokum identitas
bersifat formal karena berdasarkan definisi-definisi tertentu sedangkan hokum
kontradiksi lebih bersifat intuitif. Dalam pandangan hokum identitas, segala
sesuatu harus diukur dengan definisi-definisi tertentu. kita dapat memahami
sesuatu jika kita telah mengetahui definisinya. Dan sebaliknya pada hokum
kontradiksi kita tidak harus mengetahui definisi pasti dari suatu unsur. Pada
hokum kontradiksi pemahaman akan berkembang sesuai dengan pengalaman orang
tersebut.
Implikasi kedua hokum
ini dalam pendidikan berupa pendekatan yang hendaknya digunakan dalam
pembelajaran. Dalam membelajarkan matematika pada anak misalnya hendaknya kita
mengunakan hokum kontradiktif secara lebih dominan. Hal ini dikarenakan
anak-anak belajar dengan mengunakan intuisinya. Jika pada anak-anak telah
digunakan hokum identitas maka intuisinya tidak dapat berkembang secara
optimal. Di sisi lain intuisi ini menjadi faktor penting dalam kehidupannya.
Hendaknya hokum identitas ini mulai dipergunakan bagi orang dewasa namun juga
tidak bersifat mutlak. Orang dewasa tetap membutuhkan hokum kontradiksi. Setiap
orang tidak dapat hanya mengunakan hokum identitas saja atau hokum kontradiksi
saja dalam hidupnya. Keduanya dapat digunakan sesuai dengan konteks
permasalahannya.
Pertanyaan
:
1.
Bagaimana cara kita mengembangkan
intuisi siswa dalam pembelajaran sedangkan disisi lain kita dituntut untuk
mengikuti kurikulum dan aturan pendidikan yang ada di Indonesia saat ini?
2.
Pendekatan pembelajaran seperti apa yang
dapat memfasilitasi perkembangan intuisi siswa?
3.
Apakah kurikulum 2013 telah menjawab
permasalah terkait pengembangan intuisi siswa?
4.
Bagaimana metode yang tepat dalam
menyampaikan sebuah definisi dari objek matematika tanpa mengesampingkan
intuisi siswa?
5.
Apakah metode drilling pada siswa
termasuk pengrusak intuisi siswa?
Hehe, jadi inget pelajaran di kampus dulu :D
BalasHapusSemoga semangat belajar matematika ya, mba