Kamis, 25 September 2014

SILATURAHMI KEDUA

Refleksi Perkuliahan II Filsafat Ilmu
Oleh : Rosalia Hera Novita Sari
14709251005
Pendidikan Matematika D PPs UNY

Silaturahmi kedua dengan filsafat ilmu kali ini diawali dengan sebuah tes tertulis. Sebuah tes yang mencengangkan bagi yang baru pertama kalinya mengikuti. Pertanyaan yang tak terduga dan jawaban yang tak terfikirkan menghiasi tes ini. Sehingga tidak mengejutkan ketika nilai yang diperoleh diluar harapan.
Sebenarnya bukan nilai yang menjadi esensi dari tes ini, namun lebih dalam yakni kebermaknaannya. Melalui tes ini kami belajar dan memahami bahwa filsafat bukanlah sebuah hafalan namun suatu proses berfikir. Proses menemukan jawaban atas pertanyaan dimana jawabannya merupakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dalam benak kita.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, filsafat merupakan proses berfikir. Melalui proses berfikir ini kita akan dituntut dan distimulus untuk senantiasa mengajukan pertanyaan yang kemudian pertanyaan itu akan coba kita renungkan dan pecahkan sendiri. Proses bertanya, merenung dan memecahkan pertanyaan inilah yang disebut dengan berfilsafat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa filsafat berawal dari bertanya. Dari bertanya kita akan tertantang untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut dan disinilah proses berfikir (berfilsafat) itu terjadi.
Meskipun demikian untuk dapat mengoptimalkan proses berfikir ini tentunya kami harus senantiasa mengupgrade wawasan dan pengetahuan kami. Hal ini penting untuk dilakukan agar kami tidak terjebak pada pandangan-pandangan dangkal kami sehingga dapat berfikir secara lebih luas dan kompleks bukan hanya parsial. Dengan ini pula kami dapat belajar untuk memahami dan mengetahui ruang dan waktu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membaca referensi-referensi terkait dan juga membaca elegi-elegi.
Dengan referensi-referensi dan juga elegi-elegi kami dapat memahami pula pola hubungan antar unsur. Setiap unsur memiliki dimensinya sendiri dan setidaknya memiliki dua dimensi yang saling bertentangan. Disinilah kita perlu untuk mengetahui hubungannya dengan objek yang lain agar dapat lebih bijak dalam bertindak dan luas dalam memandang sesuatu.
Sebagai contohnya dalam matematika terdapat dua hokum yang saling bertentangan yakni hokum identitas dan hokum kontradiksi. Dalam hokum identitas digunakan pengandaiaan sedangkan dalam hokum kontradiksi berdasarkan pada realitas (konkret). Hokum identitas bersifat formal karena berdasarkan definisi-definisi tertentu sedangkan hokum kontradiksi lebih bersifat intuitif. Dalam pandangan hokum identitas, segala sesuatu harus diukur dengan definisi-definisi tertentu. kita dapat memahami sesuatu jika kita telah mengetahui definisinya. Dan sebaliknya pada hokum kontradiksi kita tidak harus mengetahui definisi pasti dari suatu unsur. Pada hokum kontradiksi pemahaman akan berkembang sesuai dengan pengalaman orang tersebut.
Implikasi kedua hokum ini dalam pendidikan berupa pendekatan yang hendaknya digunakan dalam pembelajaran. Dalam membelajarkan matematika pada anak misalnya hendaknya kita mengunakan hokum kontradiktif secara lebih dominan. Hal ini dikarenakan anak-anak belajar dengan mengunakan intuisinya. Jika pada anak-anak telah digunakan hokum identitas maka intuisinya tidak dapat berkembang secara optimal. Di sisi lain intuisi ini menjadi faktor penting dalam kehidupannya. Hendaknya hokum identitas ini mulai dipergunakan bagi orang dewasa namun juga tidak bersifat mutlak. Orang dewasa tetap membutuhkan hokum kontradiksi. Setiap orang tidak dapat hanya mengunakan hokum identitas saja atau hokum kontradiksi saja dalam hidupnya. Keduanya dapat digunakan sesuai dengan konteks permasalahannya.
Pertanyaan :
1.            Bagaimana cara kita mengembangkan intuisi siswa dalam pembelajaran sedangkan disisi lain kita dituntut untuk mengikuti kurikulum dan aturan pendidikan yang ada di Indonesia saat ini?
2.            Pendekatan pembelajaran seperti apa yang dapat memfasilitasi perkembangan intuisi siswa?
3.            Apakah kurikulum 2013 telah menjawab permasalah terkait pengembangan intuisi siswa?
4.            Bagaimana metode yang tepat dalam menyampaikan sebuah definisi dari objek matematika tanpa mengesampingkan intuisi siswa?
5.            Apakah metode drilling pada siswa termasuk pengrusak intuisi siswa?

1 komentar:

  1. Hehe, jadi inget pelajaran di kampus dulu :D
    Semoga semangat belajar matematika ya, mba

    BalasHapus