Problem posing adalah
istilah dalam bahasa inggris yang terdiri dari dua kata dasar yakni “problem” yang dapat diartikan sebagai
masalah, soal atau persoalan dan “pose”
yang artinya mengajukan. Jadi secara harfiah problem posing dapat
diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengajuan soal atau
pengajuan masalah ini dalam pembelajaran matematika dapat dipadankan dengan
kata pembentukan soal.
Menurut Suyanto (Tatag
Yuli Eko Siswono, 2000:4) pembentukan soal dapat diartikan sebagai perumusan
soal atau mengerjakan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik yang
dilakukan sebelum, ketika atau setelah pemecahan masalah. Selain pendapat
tersebut juga terdapat pendapat lain mengenai istilah ini. Ellerton (Ali
Mahmudi, 2008: 5) mendefinisikan problem
posing sebagai pembuatan soal oleh siswa yang dapat mereka pikirkan tanpa
pembatasan apapun baik terkait isi maupun konteksnya. Pendapat lain menyatakan
bahwa problem posing dapat pula
diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan stimulus yang diberikan. Stimulus
tersebut dapat berupa gambar, informasi maupun konteks tertentu.
Problem posing dalam
matematika adalah suatu metode pembelajaran matematika yang menekankan pada
perumusan soal yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir matematis siswa.
Melalui metode ini siswa membangun sendiri masalahnya. Dengan demikian siswa
dapat mengembangkan kemampuan berfikir matematisnya termasuk di dalamnya
kemapuan penalaran matematis.
Dalam metode ini terangkum dua tahapan kognitif yakni accepting dan challenging. Pada tahapan menerima siswa dapat membaca situasi
atau informasi yang diberikan oleh guru ataupun dapat menerima stimulus yang
diberikan. Dari pemahaman akan situasi atau stimulus ini kemudian siswa akan
tertantang untuk mengajukan soal atau membuat soal berdasarkan situasi atau
stimulus yang diberikan (Brown & Walter, 2005 : 12-18). Melalui kedua
tahapan ini maka struktur kognitif siswa menjadi lebih kaya melalui proses accepting dan hubungan antara jaringan
struktur kognitifnya akan semakin kuat melalui proses challenging. Dengan kuatnya hubungan serta kayanya struktur
kognitif siswa tentunya akan berpengaruh positif terhadap kemampuan
penalarannya.
Secara umum kegiatan
pengajuan soal dibedakan menjadi tiga aktivitas kognitif antara lain :
1. Pre solution
posing, yaitu pembuatan soal berdasar
situasi atau informasi yang diberikan.
2. Within solution
posing, yaitu pembuatan atau formulasi
soal yang sedang diselesaikan. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan soal
yang diberikan sehingga soal yang dibuat diharapkan merupakan soal yang
mendukung penyelesaian soal semula.
3. Post solution posing, yaitu memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal
yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang.
(Ali Mahmudi, 2008 : 4-6).
Menurut Menon (Tatag
Yuli E. S., 2000 : 5), langkah pembelajaran dengan pengajuan soal (problem posing) dapat dilakukan dengan
tiga cara berikut :
1) Memberikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan,
tetapi semua informasi yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada.
Tugas siswa adalah membuat pertanyaan berdasar informasi tadi.
2) Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa untuk
membagi kelompok. Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita sekaligus
penyelesaiaannya. Nanti soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok lain.
Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk diedit tentang kebaikan dan
kesiapannya.
3) Siswa
diberikan soal dan diminta untuk mendaftar sejumlah pertanyaan yang berhubungan
dengan masalah. Sejumlah pertanyaan kemudian diseleksi dari daftar tersebut
untuk diselesaikan.
Daftar Pustaka :
Daftar Pustaka :
Ali Mahmudi. (2008). Pembelajaran problem posing
untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah, Seminar Nasional Matematika. Bandung : FMIPA UNPAD.
Brown, Stephen I & Walter, Marion I..
(2005). The art of problem posing.
New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates.
Tatag Yuli Eko S. (2000). Problem Posing: Sebuah Alternatif Pembelajaran yang
Demokratis.Makalah, Seminar Trasnformasi Pegawai Negeri Sipil Menuju Masyarakat
Yang Demokratis. Malang.
Tatag Yuli Eko S. (2002). Proses Berfikir Siswa
dalam Pengajuan Soal. MATEMATIKA, Jurnal
Matematika atau Pembelajarannya. Tahun VIII. Hlm 44-50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar