Kamis, 23 Oktober 2014

SILATURAHMI V : TANYA, TITIK AWAL BERFILSAFAT

Terinspirasi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A
Jumat, 17 Oktober 2014 pukul 10.00 – 11.40

Bertanya adalah hal yang penting dalam proses berfilsafat. Dari pertanyaan yang muncul dalam benak akan mendorong diri kita untuk berfikir lebih dalam dan luas. Proses inilah yang disebut dengan berfilsafat itu sendiri. Bertanya sesunguhnya juga merupakan proses berfikir. Tanpa adanya proses berfikir tentunya tidak akan ada pertanyaan dari dalam diri kita. Oleh karenanya proses bertanya, dan berfikir menjadi sebuah siklus yang terus berkesinambungan. Sebuah pikiran dapat mengaasilkan suatu pertanyaan dan pertanyaan akan menuntut pola pikir kita untuk kembali bekerja. Begitu seterusnya.

Bila tidak ada pertanyaan dalam benak kita maka kita tidak tertantang untuk mengali sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya akan suatu hal. Tanpa ada rasa penasaran atau pertanyaan dalam diri kita maka kita dapat santai-santai saja dan merasa cukup dengan apa yang kita ketahui. Kita tidak terdorong untuk mencari tau lebih mendalam. Padahal semakin kita mendalami sesuatu semakin kita pahami bahwa banyak yang belum kita ketahui. Oleh karenannya bertanya ini dapat dikatakan sebagai titik awal dalam berfilsafat.
Karena tanya merupakan titik awal dari berfilsafat, maka dalam perkuliahan kali ini juga diawali dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dicoba diintensifkan dan diekstensifkan bersama-sama. Mulai dari pertanyaan mengenai fenomena masyarakat saat ini hingga yang lebih personal.
Salah satu pertanyaan yang menjadi bahasan adalah pertanyaan mengenai kurikulum 2013. Kurikulum  2013 mengunakan pendekatan saintifik sebagai ujung tombak proses pembelajarannya. Pendekatan saintifik yang dimaksudkan disini mengacu pada langkah-langkah ilmiah yang dikembangkan oleh Negara-negara barat. Langkah-langkah ini mengarahkan siswa untuk menjadi bijaksana versi Barat. Padahal bijaksana versi Barat berbeda dengan bijaksana versi Timur. Bijaksana versi timur tidak hanya terbatas pada penguasaan ilmu pengetahuan atau rasio saja akan tetapi juga mencapai ranah empiric dan spiritual.
Jika dikaitkan dengan perkuliahan sebelumnya, kurikulum 2013 ini terasa mengarah kepada masyarakat post modern. Masyarakat yang cenderung industrialis, kapitalis dan mengesampingkan Tuhan. Hal inilah yang menjadi ancama serius bagi bangsa ini. Ketika ketakutan ini benar-benar menjadi nyata tentunya akan bersebrangan dengan idiologi Indonesia yakni Pancasila. Dalam Pancasila, pada sila pertama secara tegas tertulis KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dengan demikian, masalah keyakinan dan agama hendaknya mejadi hal yang diperhatikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar