Terinspirasi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr.
Marsigit, M.A
Jumat, 17 Oktober 2014 pukul 10.00 – 11.40
Bertanya adalah hal yang penting
dalam proses berfilsafat. Dari pertanyaan yang muncul dalam benak akan
mendorong diri kita untuk berfikir lebih dalam dan luas. Proses inilah yang
disebut dengan berfilsafat itu sendiri. Bertanya sesunguhnya juga merupakan
proses berfikir. Tanpa adanya proses berfikir tentunya tidak akan ada
pertanyaan dari dalam diri kita. Oleh karenanya proses bertanya, dan berfikir
menjadi sebuah siklus yang terus berkesinambungan. Sebuah pikiran dapat
mengaasilkan suatu pertanyaan dan pertanyaan akan menuntut pola pikir kita
untuk kembali bekerja. Begitu seterusnya.
Bila tidak ada pertanyaan dalam
benak kita maka kita tidak tertantang untuk mengali sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya akan suatu hal. Tanpa ada rasa penasaran atau pertanyaan dalam
diri kita maka kita dapat santai-santai saja dan merasa cukup dengan apa yang
kita ketahui. Kita tidak terdorong untuk mencari tau lebih mendalam. Padahal semakin
kita mendalami sesuatu semakin kita pahami bahwa banyak yang belum kita
ketahui. Oleh karenannya bertanya ini dapat dikatakan sebagai titik awal dalam
berfilsafat.
Karena tanya merupakan titik awal
dari berfilsafat, maka dalam perkuliahan kali ini juga diawali dengan pengajuan
pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
kemudian dicoba diintensifkan dan diekstensifkan bersama-sama. Mulai dari
pertanyaan mengenai fenomena masyarakat saat ini hingga yang lebih personal.
Salah satu pertanyaan yang menjadi
bahasan adalah pertanyaan mengenai kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mengunakan pendekatan saintifik sebagai
ujung tombak proses pembelajarannya. Pendekatan saintifik yang dimaksudkan
disini mengacu pada langkah-langkah ilmiah yang dikembangkan oleh Negara-negara
barat. Langkah-langkah ini mengarahkan siswa untuk menjadi bijaksana versi Barat.
Padahal bijaksana versi Barat berbeda dengan bijaksana versi Timur. Bijaksana versi
timur tidak hanya terbatas pada penguasaan ilmu pengetahuan atau rasio saja
akan tetapi juga mencapai ranah empiric dan spiritual.
Jika dikaitkan dengan perkuliahan
sebelumnya, kurikulum 2013 ini terasa mengarah kepada masyarakat post modern. Masyarakat
yang cenderung industrialis, kapitalis dan mengesampingkan Tuhan. Hal inilah
yang menjadi ancama serius bagi bangsa ini. Ketika ketakutan ini benar-benar
menjadi nyata tentunya akan bersebrangan dengan idiologi Indonesia yakni
Pancasila. Dalam Pancasila, pada sila pertama secara tegas tertulis KETUHANAN
YANG MAHA ESA. Dengan demikian, masalah keyakinan dan agama hendaknya mejadi hal
yang diperhatikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar